Tuesday, July 31, 2007

An intro

Ide untuk menulis novel ini dimulai pada suatu malam, di awal tahun 2007. Idenya muncul dari inspirasi lama saya untuk menulis tentang persahabatan dan kisah cinta remaja SMA. Saat itu novel berbahasa Inggris saya yang berjudul Dragonfly (Chance), sebuah bagian dari trilogi novel yang saya rancang, baru saja selesai ditulis. Saya lalu mencari-cari lahan menulis baru, dan terbersit keinginan menulis novel bahasa Indonesia yang sederhana.

Waktu SMA saya masuk ke dalam kelas kecil untuk beberapa anak untuk menyelesaikan SMA dalam kurun waktu 2 tahun, sehingga tidak pernah benar-benar merasakan kehidupan anak SMA pada umumnya yang riuh rendah, saling berbagi, dan banyak aktivitas lainnya yang menyenangkan. Salah satu topik yang paling hangat di kalangan anak-anak muda adalah munculnya persahabatan, yang tak jarang adalah persahabatan sejati - dan juga jatuh cinta. Hal ini saya rasa sangat menyenangkan - sekaligus membingungkan, karena pertama kalinya mereka benar-benar merasakan cinta dan persahabatan yang tulus, namun tidak pasti bagaimana harus bertindak di situasi tertentu. Saat itu saya mengingat jatuh bangun teman-teman saya, termasuk saya sendiri, dalam dunia yang kami bangun sendiri - jatuh cinta, cinta monyet, patah hati, bersahabat.

Lalu muncullah empat karakter utama novel ini. Dalam chapter pertama saya memperkenalkan Freya dan sahabatnya Erik. Tokoh Freya ini begitu hidup di pikiran saya. Seorang gadis muda yang penuh dengan kesedihan, ketakutan, kontrol diri, sehingga dia menjadi begitu introvert, bahkan cenderung anti sosial. Sedangkan Erik adalah sebuah lawakan, seorang sahabat sejati yang sebenarnya juga sudah dewasa. Contoh murid SMA yang tipikal di kehidupan sehari-hari.

Lalu diceritakan tentang Moses. Karakter ini mungkin agak jarang ditemukan, terkadang anak-anak SMA pada umumnya masih mencari jati diri, jarang ada yang setegas Moses. Lalu muncullah dua karakter utama lain, Gia dan Adrian - sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta, contoh remaja yang tidak mempedulikan sekitarnya dalam masa keemasan mereka, contoh murid-murid yang dikagumi orang lain karena kepopulerannya.

Tadinya saya ingin membuat novel di mana cerpen-cerpen di dalamnya tidak saling bersambungan, sehingga menjadi semacam cerita ringan. Namun akhirnya saya memutuskan untuk membuatnya bersambung. Dalam tiga chapter pertama, saya meninggalkan draft ini begitu saja selama dua bulan, karena kehilangan inspirasi. Tapi akhirnya saya kembali dan menyelesaikannya di bulan Juni 2007. Hampir setiap hari saya menulis, membiarkan teman-teman membaca dan mengkritiknya. I enjoyed it.

Proses menulis Kenangan Abu-Abu sangat menyenangkan. Saya merasa terbawa dalam emosi dan karakter yang saya ciptakan. Saya bisa menjadi Adrian yang menangis saat sedih, Gia yang tidak mampu melepaskan, Erik yang menjadi penengah, Moses yang galau dalam mengerti ada hal yang di luar pengertiannya, dan Freya yang bingung memilih. Cinta atau persahabatan? Sangat menyenangkan menulis adegan bahagia, menyelipkan sedikit suspense dan kejutan kecil, juga menikmati proses menulis bagian yang sedih. Entah mengapa, menulis kisah ini mengalir mudah untuk saya. It's almost sad when I have to end it.

Lalu kenapa judulnya Kenangan Abu-Abu?

Judul pertama yang terbersit adalah Kenangan Abu-Abu. Pertamanya adalah karena saya merasa kisah persahabatan dan cinta ini ada dalam grey area. Berbaur antara benar dan salah, hitam dan putih. Namun seorang teman menyatakan bahwa judulnya sangat pas, karena abu-abu melambangkan warna seragam SMA. Akhirnya saya menggunakan nama ini, bahkan ketika mengirimkannya ke penerbit.

Semoga kalian juga menikmati membaca karya saya :) Kritik dan saran sangat ditunggu.

Catatan: SMA sekarang disebut SMU. Saya terbiasa menyebutnya SMA.

No comments: